Monday 14 July 2014

Masakan Padang: Bungkus vs Makan Di Tempat



Kenapa nasi padang isinya lebih banyak kalau dibungkus? Sudah banyak pertanyaan dan jawaban tentang kenapa kalau kita beli nasi padang dengan dibungkus isinya jauh lebih banyak daripada kalau kita makan ditempat? Jawaban paling populer adalah karena dengan dibungkus, si penjual tidak perlu repot mencuci piring dan mengurangi biaya sabun cuci. Jawaban yang logis, tapi cenderung dipaksakan. 

Dibandingkan dengan biaya sabun, kalau dihitung-hitung, biaya nasi lebih jauh lebih besar. Ini tentu bertentangan dengan apa yang diketahui oleh masyarakat umum kalau orang Padang itu perhitungan, tapi ga semuanya lho . Jawaban seperti diatas tidak lebih jawaban ''asal'' dari si penjual karena mereka tidak tahu sejarah asal muasal dari pertanyaan di atas.

Ada sejarah dibalik kenapa kalau beli nasi padang isinya lebih banyak daripada makan ditempat, dan sejarah ini berawal sejak jaman penjajahan Belanda. Baiklah, mari kita mulai. Di propinsi Sumatera Barat dan sekitarnya (termasuk Pekanbaru), rumah makan disana tidaklah disebut dengan Rumah Makan Padang, melainkan RM Ampera. Jamak ditemui rumah makan disana diawali oleh kata Ampera kemudian barulah disusul dengan nama RM itu sendiri (RM Ampera Beringin, RM Ampera Siti Nurbaya, dll). Ampera sendiri adalah kepanjangan dari Amanat Penderitaan Rakyat.

Di masa penjajahan dulu, RM Padang termasuk RM yg ekslusif, hanya kaum penjajah dan para saudagar kaya saja yang bisa menikmati lezatnya rendang, gulai tunjang, kepala ikan kakap, dendeng, dan kawan-kawan. Kenapa bisa demikian? Dimasa penjajahan, daging dan beras termasuk komoditi mahal yg rakyat tidak selalu dapat membeli. Oleh karena itulah, harga makanan Padang menjadi mahal.

Para pengusaha RM Padang (pastinya orang Minang asli) sadar bahwa saudara mereka juga layak untuk menikmati makanan enak, terlebih lagi makanan khas daerah mereka sendiri. Lebih jauh lagi, mereka para pengusaha ini juga sadar, banyak dari saudara mereka bekerja sebagai buruh kasar untuk para penjajah dan saudagar kaya yang makan di RM mereka, dan saudara mereka ini membutuhkan tenaga dan gizi yg cukup untuk tetap selalu sehat dan bekerja menafkahi keluarga mereka masing-masing.

Entah siapa yang memulai, di suatu waktu, para pengusaha RM ini memberlakukan peraturan baru. Jumlah nasi yang dibeli dengan dibungkus isinya akan jauh lebih banyak daripada makan ditempat. Biaya makan ditempat dibebankan kepada para penjajah dan para saudagar kaya dan biaya makan dibungkus untuk para buruh dan para pribumi lain. Nah, itulah alasan kenapa jumlah nasi yang dibeli dengan dibungkus isinya akan jauh lebih banyak daripada makan ditempat.

Inilah yang sekarang disebut sebagai subsidi silang. Kebijakan ini oleh para pengusaha disebut dengan Ampera alias Amanat Penderitaan Rakyat. Inilah asalnya kenapa RM Padang di Sumatera Barat sana disebut dengan RM Ampera, walaupun sekarang ini ada juga beberapa RM lain yang tidak menggunakan nama Ampera (contoh: Kapau, Sederhana, dll).

RM Padang Sederhana, Salah Satu Merek Dagang RM Padang Ternama DI Indonesia
Spirit Ampera ini seperti yang kita lihat, masih terbawa sampai detik ini bahkan sudah menyebar diseluruh Indonesia. Saat ini, nyaris tidak ada tempat di Indonesia yang daerahnya tidak ada RM Padang. Semua pelosok ada. Semoga spirit Ampera ini terus ada sampai akhir zaman. Ini adalah penuturan dari salah satu anak dari pengusaha RM Beringin di kawasan Tabing kota Padang. Tentu, postingan ini bukan official, jadi masih bisa diperdebatkan kebenarannya de ngan teori lain, seperti misalnya,  Teori Ilusi Mata. Jumlah nasi yang dimakan di tempat lebih kecil adalah karena piringnya besar, sehingga terlihat sedikit, padahal kalau dibungkus isinya sama saja.

Tapi yang terpenting, terlepas dari apakah ini benar atau tidak, semoga kita bisa mengambil hikmah dari cerita di atas.

Urang Minang membuek kapa
Mamakai pancang kayu jo basia
Walau lamo tinggal Eropa
Jan tatuka Randang jo Pizza :D